
benuaetamnews.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Nurhadi Saputra, menyuarakan dukungannya terhadap pengenalan batik sebagai bagian dari kurikulum sekolah, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurutnya, pelajaran tentang batik tidak hanya akan memperkaya wawasan pendidikan siswa, tetapi juga berfungsi sebagai sarana efektif untuk melestarikan warisan budaya Indonesia, terutama di kalangan generasi muda.
“Batik adalah warisan budaya yang sangat berharga, yang tidak hanya memiliki nilai seni, tetapi juga makna mendalam dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jika pelajaran batik dimasukkan dalam kurikulum sekolah, ini akan menjadi langkah positif untuk mengenalkan generasi muda pada kebudayaan tradisional kita yang kaya,” ungkap Nurhadi.
Ia juga mengakui bahwa meskipun batik telah dikenal di berbagai belahan dunia, sering kali batik masih dikaitkan dengan budaya Jawa. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar materi pelajaran batik tidak hanya terfokus pada batik Jawa yang lebih dikenal, tetapi juga menyertakan batik khas dari berbagai daerah, termasuk Kalimantan Timur dan sekitarnya.
“Selama ini, batik sering kali dianggap sebagai budaya Jawa. Padahal, Indonesia sangat kaya akan keberagaman budaya, termasuk dalam hal batik. Di Kalimantan Timur sendiri, kita memiliki batik dengan ciri khas yang berbeda, seperti batik khas Balikpapan, Berau, hingga batik yang diproduksi di daerah lainnya di Kalimantan. Ini harus dimasukkan dalam materi pembelajaran agar siswa bisa mengenal dan menghargai keragaman budaya kita,” tambah Nurhadi.
Lebih lanjut, Nurhadi mengusulkan agar pendidikan batik dimulai sejak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dengan pengajaran yang lebih berfokus pada teori dan sejarah batik. Sementara di tingkat SMA, siswa dapat lebih aktif berkarya dan berkreasi menggunakan kain batik sebagai media seni, baik melalui pembuatan batik secara langsung maupun desain batik.
“Saya melihat ini sebagai kesempatan emas untuk mengajarkan siswa tentang nilai-nilai budaya yang mendalam. Di SMP, mereka bisa mulai belajar tentang motif dan makna batik, dan di SMA, mereka bisa mulai berkreasi langsung. Dengan begitu, siswa tidak hanya memahami batik sebagai warisan budaya, tetapi juga bisa menghasilkan karya mereka sendiri yang mencerminkan identitas budaya daerahnya,” jelasnya.
Nurhadi juga mengingatkan bahwa keberagaman budaya harus menjadi nilai penting dalam pendidikan kebudayaan di sekolah. Menurutnya, setiap daerah memiliki kekhasan dan ciri budaya yang patut dihargai, dan batik hanyalah salah satu contoh nyata dari kekayaan budaya yang ada di Indonesia.(adv)
