benuaetamnews.com – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Jahidin, menyoroti dampak Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 48 Tahun 2023, yang dinilainya menyulitkan pemenuhan aspirasi masyarakat. Pergub tersebut mengatur penganggaran, penyaluran, dan pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan dengan batas minimum satu paket kegiatan sebesar Rp1,5 miliar. Hal ini dianggap menghambat realisasi program-program yang dibutuhkan masyarakat di tingkat lokal.
“Banyak usulan masyarakat yang akhirnya tidak bisa direalisasikan, seperti perbaikan jalan, parit, dan penerangan lampu jalan. Padahal anggaran yang diminta biasanya hanya sekitar Rp150 juta per kegiatan, tetapi terbentur aturan Pergub yang mematok minimal Rp1,5 miliar,” ungkap Jahidin dalam wawancara pada Sabtu malam (9/11/2024).
Jahidin menjelaskan bahwa batasan dalam Pergub No. 48 Tahun 2023 memang sudah lebih rendah dibandingkan aturan sebelumnya dalam Pergub Nomor 49 Tahun 2020, yang menetapkan minimal Rp2,5 miliar. Namun, angka ini tetap dianggap terlalu besar untuk menampung kebutuhan masyarakat yang bersifat lokal dan spesifik.
“Misalnya, ada warga yang mengusulkan perbaikan jalan sepanjang 30 meter dengan anggaran sekitar Rp150 juta. Ini tidak bisa dilakukan karena aturan melarang kami mengalokasikan dana di bawah Rp1,5 miliar per paket kegiatan. Akibatnya, permintaan seperti ini terpaksa ditolak, dan masyarakat kecewa,” jelasnya.
DPRD Kaltim Siapkan Langkah Hukum
Jahidin mengungkapkan kekecewaannya atas dampak kebijakan ini terhadap hubungan anggota dewan dan masyarakat. Menurutnya, pembatasan ini membuat masyarakat merasa diabaikan, bahkan memunculkan stigma negatif terhadap anggota dewan.
“Masyarakat jadi berpikir bahwa kami hanya janji kosong saat reses. Ini jelas merusak kepercayaan antara dewan dan konstituen,” keluhnya.
Sebagai langkah tegas, DPRD Kaltim telah menyatakan sikap untuk menolak Pergub 48/2023. Bahkan, Jahidin mengungkapkan rencana untuk mengajukan gugatan jika pemerintah provinsi tidak segera meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Kami sudah sepakat di internal DPRD untuk melakukan perlawanan keras terhadap Pergub ini. Jika tidak ada perubahan, kami akan mengajukan gugatan hukum demi kepentingan masyarakat luas,” tegasnya.
Jahidin berharap pemerintah provinsi dapat mempertimbangkan kembali regulasi ini dan mencari solusi yang lebih fleksibel untuk mendukung realisasi aspirasi masyarakat tanpa harus terhambat oleh aturan administratif yang dinilai kurang relevan. “Ini bukan hanya soal aturan, tetapi soal kesejahteraan rakyat yang menjadi tanggung jawab kita bersama,” pungkasnya.(adv)